Panduan lengkap: Cara mengamankan data di cloud

keamanan cloud

Cloud sudah menjadi bagian penting dari banyak bisnis di Indonesia. Teknologi ini bukan hanya membantu perusahaan bekerja lebih cepat dan efisien, tapi juga membuka peluang inovasi yang luar biasa. Namun, di balik semua keuntungannya, cloud juga membawa tantangan besar mulai dari risiko kebocoran data, serangan siber, hingga masalah privasi yang semakin rumit.

Terlebih sejak diberlakukannya UU Perlindungan Data Pribadi, perusahaan harus semakin waspada dalam menjaga keamanan data pelanggan. Tidak sedikit yang masih kewalahan menghadapi kompleksitas cloud, terutama dengan makin banyaknya vendor, layanan, dan teknologi baru yang terus bermunculan.

Beruntungnya di artikel ini Anda akan mendapatkan info lengkap seputar ancaman yang perlu diwaspadai dalam penggunaan cloud serta tips sederhana dan strategis untuk melindungi data. Cocok bagi Anda yang sedang mengembangkan sistem cloud di perusahaan, agar keamanan data tetap terjaga tanpa mengorbankan kebutuhan bisnis.

 

Apa itu cloud security?  

Cloud security adalah serangkaian kebijakan, proses, kontrol, dan teknologi yang dirancang untuk melindungi data, aplikasi, dan infrastruktur yang dihosting di ekosistem cloud. Tujuannya adalah memastikan integritas, kerahasiaan, dan ketersediaan data melalui praktik-praktik seperti enkripsi, pemantauan berkelanjutan, pengelolaan akses yang ketat, serta rencana respons terhadap insiden.

Langkah-langkah ini berlaku di berbagai model layanan cloud termasuk SaaS, PaaS, dan IaaS dan di semua jenis ekosistem cloud, baik publik, privat, hybrid, maupun multicloud. Lalu, bagaimana dengan arsitekturnya? Lanjut ke pembahasan di bawah ini ya!

Arsitektur keamanan cloud...

Setiap sistem cloud yang aman dimulai dari fondasi arsitekturnya. Arsitektur keamanan cloud adalah blueprint dari bagaimana sistem cloud dirancang untuk melindungi data dan infrastruktur digital yang digunakan. Arsitektur ini memastikan bahwa seluruh elemen cloud baik dari sisi pengguna maupun penyedia layanan berfungsi dalam framework keamanan yang jelas dan terintegrasi.

Konsep ini mengikuti prinsip CIA triad (Confidentiality, Integrity, Availability) sebagai dasar:

  • Confidentiality (Kerahasiaan): Data sensitif harus terlindungi dari akses yang tidak sah.

  • Integrity (Integritas): Data harus tetap utuh, tidak dimodifikasi oleh pelaku kejahatan tanpa sepengetahuan pemilik data.

  • Availability (Ketersediaan): Data dan sistem harus selalu dapat diakses oleh pengguna yang membutuhkan, kapan saja.

Tujuan utama dari arsitektur keamanan cloud yang baik adalah untuk meningkatkan kepercayaan, memperkuat perlindungan, dan memperkecil jarak antara ekspektasi pelanggan dengan kemampuan layanan cloud yang disediakan. Hal ini penting terutama dalam konteks bisnis modern yang bergantung pada sistem cloud untuk operasional harian. Dalam praktiknya, arsitektur ini terdiri dari dua komponen utama: front end dan back end.

Front end mencakup semua hal yang terlihat oleh pengguna seperti antarmuka pengguna (UI), aplikasi sisi klien, atau perangkat pengguna. Sedangkan back end berada di sisi penyedia layanan cloud dan mencakup hal-hal seperti penyimpanan data, mesin virtual (VM), mekanisme keamanan, model penyebaran (deployment model), dan layanan komputasi (CPU, GPU). Keduanya saling terhubung melalui jaringan atau middleware yang aman dan stabil. Namun, memiliki arsitektur yang baik saja tidak cukup. Ancaman terhadap cloud juga berkembang dengan cepat, dan perusahaan harus memahami serta siap menghadapi berbagai potensi risiko dan kerentanannya.

 

Tren dan Ancaman Keamanan Data Cloud di Indonesia  

Seiring semakin banyak perusahaan di Indonesia yang mengadopsi cloud untuk mendukung bisnisnya, muncul juga berbagai tantangan dan ancaman keamanan yang perlu diwaspadai. Tidak hanya soal teknis, tapi juga menyangkut regulasi hingga keterampilan pengelolaan. Bagaimana kini trennya kini di Indonesia?

Kebocoran data dan masalah privasi

Menurut laporan 94% pengguna layanan cloud di Indonesia berencana meningkatkan investasi mereka dalam teknologi cloud, menandakan optimisme besar terhadap manfaat cloud untuk bisnis. Di sisi lain, hal ini tidak dapat dipisahkan dari tanggung jawab besar terutama di bawah UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang menuntut perlindungan ketat atas data pelanggan. Realita menunjukkan, sepanjang 2023 tercatat lebih dari 11.000 insiden siber di Indonesia, termasuk kebocoran data dan ransomware yang menyerang sektor publik dan swasta.

Faktor utama penyebab kebocoran data mencakup kesalahan konfigurasi layanan cloud, kurangnya enkripsi, penggunaan password lemah, dan minimnya pengawasan akses. Kebocoran ini bukan hanya soal denda, tapi juga bisa menimbulkan kerusakan reputasi dan hilangnya kepercayaan pelanggan dalam jangka panjang.

Serangan siber yang semakin beragam

Seiring meluasnya pemanfaatan layanan cloud, pola serangan siber juga terus berkembang. Cloud menjadi target utama karena menyimpan data dan sistem bisnis yang krusial. Berdasarkan laporan BSSN tahun 2023, Indonesia mencatat ribuan insiden siber, termasuk ratusan serangan DDoS, upaya peretasan sistem cloud, dan phishing yang menargetkan kredensial pengguna.

Tidak hanya dari sisi volume, kualitas serangannya pun meningkat. Pelaku siber kini menggunakan teknik otomatisasi dan bahkan kecerdasan buatan (AI) untuk menembus sistem dalam waktu yang sangat cepat. Serangan social engineering seperti spear phishing juga semakin personal dan sulit dikenali. Tanpa adanya sistem keamanan yang terintegrasi dan mampu mendeteksi anomali secara real-time seperti SIEM (Security Information and Event Management) perusahaan berisiko gagal mengantisipasi serangan lebih awal.

Kurangnya keterampilan pengelolaan cloud security

Meski adopsi cloud di Indonesia meningkat, keterampilan keamanan cloud di dalam perusahaan masih terbatas. Forrester melaporkan bahwa banyak organisasi yang mengandalkan pihak ketiga untuk mengisi gap ini, namun hal ini tidak cukup jika perusahaan sendiri tidak memperkuat kemampuan internalnya. Kekurangan keterampilan membuat perusahaan rentan terhadap salah konfigurasi, pengaturan hak akses yang tidak memadai, dan kurangnya respons cepat terhadap insiden keamanan. Bahkan, kesalahan konfigurasi sistem cloud seperti storage bucket yang tidak terlindungi ditambah serangan siber dan kelalaian internal (misal: password lemah) terus menjadi pemicu utama kebocoran data cloud.

Ketergantungan pada penyedia cloud dan lokasi data center

Sebagian besar data center cloud di Indonesia berlokasi di area rawan bencana seperti Jakarta, yang meningkatkan risiko gangguan akibat gempa bumi, banjir, atau bencana lainnya. Sementara itu, ketergantungan pada satu penyedia cloud juga menambah risiko compliance dan operasional.  Tren menunjukkan bahwa perusahaan Indonesia kini mulai mempertimbangkan diversifikasi vendor dan implementasi disaster recovery plan, namun hal ini memerlukan kesiapan teknis dan investasi tambahan yang belum tentu dapat segera direalisasikan oleh semua perusahaan.

 

Tips Keamanan dan Perlindungan Data Cloud  

Penerapan cloud memang membuka banyak peluang bagi perusahaan, tapi juga menghadirkan tanggung jawab besar dalam menjaga keamanan data. Menggunakan langkah yang tepat, perusahaan di Indonesia bisa mengoptimalkan cloud tanpa mengorbankan privasi maupun integritas informasi. Berikut adalah langkah-langkah praktis yang dapat diterapkan:

1.  Membangun identitas dan akses

Langkah dasar namun krusial dalam keamanan cloud adalah pengelolaan identitas dan akses pengguna. Penerapan IAM (Identity and Access Management) memastikan bahwa hanya individu yang berwenang yang bisa mengakses sumber daya cloud, berdasarkan peran dan tanggung jawab yang jelas.

Solusi seperti ManageEngine Identity360 memfasilitasi kontrol akses yang terpusat dan aman, lengkap dengan fitur multi-factor authentication (MFA) dan integrasi SSO. Penting bagi perusahaan yang memiliki mobilitas tinggi dan banyak menggunakan aplikasi SaaS lintas tim.

2. Pantau aktivitas dan deteksi ancaman secara proaktif 

Ancaman siber di lingkungan cloud dapat berkembang sangat cepat, sehingga deteksi dini menjadi prioritas utama. Sistem pemantauan harus mampu menganalisis aktivitas secara real-time dan memberikan peringatan saat terjadi pola yang mencurigakan.

Memanfaatkan layanan seperti Log360, tim keamanan dapat memperoleh visibilitas menyeluruh terhadap log akses, aktivitas pengguna, hingga integrasi dengan threat intelligence untuk memfilter potensi ancaman dari awal.

Pemantauan real-time juga membantu tim TI mengidentifikasi aktivitas abnormal yang sering luput dari pengawasan manual, misalnya akses luar biasa di luar jam kerja, login dari lokasi geografis yang tidak biasa, atau eskalasi hak akses secara mendadak. Semakin cepat anomali terdeteksi, semakin kecil kemungkinan kerugian yang ditimbulkan.

3. Kelola dan integrasikan identitas lokal dengan sistem cloud 

Perusahaan yang menggunakan sistem hybrid sering menghadapi kendala dalam menyelaraskan identitas pengguna. Ketidakkonsistenan antara hak akses di cloud dan on-premise bukan hanya menyulitkan operasional, tapi juga membuka potensi celah keamanan serius.

Menariknya AD360 hadir sebagai solusi yang memungkinkan manajemen identitas lintas platform secara terpusat. Menyederhanakan provisioning, deprovisioning, dan audit akses antara Active Directory lokal dan aplikasi cloud seperti Microsoft 365 atau Google Workspace.

Manajemen identitas yang konsisten membantu perusahaan menerapkan kebijakan keamanan yang seragam di seluruh lingkungan TI. Selain itu, integrasi ini mempercepat proses onboarding dan offboarding karyawan, mengurangi potensi akun orphan account yang kerap menjadi target penyusup.

4. Amankan data dengan enkripsi dan kontrol level akses  

Data merupakan  aset paling berharga dalam sistem cloud dan wajib diberikan perlindungan berlapis. Enkripsi berfungsi sebagai pengaman utama agar data tetap terlindungi, baik saat ditransfer antar sistem maupun saat disimpan di server cloud. Namun, perlindungan tidak berhenti di sana. Penting juga untuk menerapkan kontrol akses berbasis peran (RBAC) dan sensitivitas data.

Misalnya, data keuangan dan informasi pribadi pelanggan harus memiliki perlakuan keamanan yang jauh lebih ketat dibanding data internal biasa. Dengan pengelompokan ini, Anda dapat memastikan bahwa hanya orang tertentu dalam organisasi yang memiliki akses ke data-data kritikal, sehingga potensi kebocoran akibat human error dapat ditekan. Langkah ini juga akan sangat membantu ketika Anda menghadapi audit kepatuhan atau harus mematuhi peraturan seperti UU PDP.

5. Terapkan prinsip least privilege dan review akses secara berkala  

Memberikan akses kepada karyawan secara sekadarnya sesuai dengan peran dan fungsinya adalah prinsip paling logis dalam menjaga keamanan. Terlalu banyak akses justru membuka lebih banyak pintu yang bisa disusupi, baik secara sengaja maupun tidak.

Sayangnya, prinsip least privilege ini sering terabaikan, terutama dalam organisasi besar yang dinamis, dengan banyak perubahan peran dan proyek. Oleh karena itu, audit hak akses secara berkala sangat penting. Misalnya, akun pengguna yang masih aktif padahal pemiliknya sudah pindah departemen, cuti panjang, atau bahkan resign, bisa jadi titik rawan yang tidak disadari. Melakukan audit akses setiap kuartal atau semester, perusahaan bisa mencegah privilege creep, fenomena di mana seseorang terus mengumpulkan hak akses tambahan tanpa disengaja.

6. Perbarui sistem dan terapkan kebijakan patch management 

Banyak pelanggaran keamanan besar bermula dari satu hal sederhana, sistem yang tidak diperbarui. Celah keamanan yang sudah diketahui dan bisa diatasi dengan patch resmi dari vendor, tetap saja bisa dimanfaatkan oleh penyerang jika perusahaan lalai dalam menerapkannya.

Sayangnya, tim TI sering kali menghadapi dilema antara menjaga stabilitas sistem dan menerapkan pembaruan secepat mungkin. Untuk itu, diperlukan kebijakan patch management yang tidak hanya terencana tapi juga fleksibel, memungkinkan update cepat untuk patch kritis tanpa mengganggu layanan. Solusi otomatisasi seperti Patch Manager Plus sangat membantu dalam proses ini. Dengan sistem yang bisa mengidentifikasi patch penting, menjadwalkan instalasi di luar jam kerja, dan memantau hasilnya, tim TI bisa lebih fokus ke tugas strategis lainnya.

7. Siapkan disaster recovery plan

Tidak ada sistem yang bebas risiko, termasuk cloud. Karenanya, perusahaan perlu memiliki rencana tanggap insiden (incident response) dan strategi pemulihan bencana (disaster recovery) yang jelas, terdokumentasi, dan sudah diuji secara berkala.

Rencana ini harus mencakup siapa yang menjadi penanggung jawab pada setiap tahap, bagaimana data dipulihkan jika terjadi serangan, dan bagaimana bukti digital dikumpulkan untuk keperluan audit maupun pelaporan hukum. Menggunakan tool monitoring keamanan dapat menjadi komponen penting dalam strategi ini, karena menyimpan log aktivitas dan audit trail yang dibutuhkan untuk forensik digital, analisis pasca-insiden, dan pelaporan kepatuhan seperti yang diwajibkan UU PDP atau ISO 27001.

 

Saatnya Mengamankan Cloud Anda Sekarang!

Cloud memang membuka peluang besar bagi pertumbuhan dan efisiensi bisnis, tapi tanpa strategi keamanan yang matang, perusahaan justru berisiko membuka pintu bagi ancaman digital yang kompleks dan merugikan. Seperti yang telah dibahas, keamanan cloud tidak bisa diserahkan hanya kepada penyedia layanan. Tanggung jawab juga ada pada perusahaan untuk membangun kontrol akses yang kuat, memantau aktivitas secara aktif, dan memastikan arsitektur cloud-nya sesuai dengan prinsip-prinsip dasar keamanan.

Apabila  Anda ingin membangun sistem keamanan cloud yang lebih andal, ManageEngine menghadirkan solusi lengkap seperti Identity360 untuk manajemen akses, Log360 untuk SIEM dan deteksi ancaman cloud, serta AD360 untuk integrasi identitas antara cloud dan on-premise. Solusi all in one Cloud Security juga akan memudahkan Anda mengelola berbagai cloud yang Anda miliki.

Lindungi data Anda, bangun kepercayaan dan optimalkan cloud dengan cara yang aman!

Pelajari lebih lanjut solusi kami atau jadwalkan sesi konsultasi gratis dengan tim ManageEngine Indonesia.