Compliance Keamanan Siber di 2025: Apa yang Harus Dipenuhi dan Bagaimana Cara Memulainya?
Seiring meningkatnya insiden kebocoran data, serangan ransomware, dan penyalahgunaan akses internal, pemerintah dan pelaku industri makin menekankan pentingnya compliance atau kepatuhan keamanan siber. Apalagi sejak UU PDP resmi berlaku penuh pada 2024, risiko denda dan reputasi kini jadi perhatian utama bagi semua jenis organisasi dari startup, enterprise hingga perusahaan publik.
Namun, kepatuhan bukan sekadar soal menghindari hukuman, dengan menerapkan security compliance yang tepat, perusahaan justru bisa membangun sistem keamanan yang lebih tangguh, meningkatkan kepercayaan pelanggan, dan siap menghadapi audit kapan pun dibutuhkan.
Artikel ini akan memandu Anda melalui checklist kepatuhan keamanan siber yang relevan untuk tahun 2025 termasuk praktik dasar, persyaratan lokal seperti UU PDP serta bagaimana solusi seperti ManageEngine dapat membantu Anda memenuhi standar-standar tersebut secara efisien.
Apa itu security compliance?
Kepatuhan keamanan siber (security compliance) adalah upaya sistematis untuk memastikan bahwa sistem TI, data, dan proses operasional perusahaan mematuhi standar keamanan yang telah ditetapkan baik oleh regulator, lembaga sertifikasi, maupun kebutuhan industri. Tujuannya bukan hanya untuk memenuhi kewajiban hukum, tetapi juga untuk melindungi informasi sensitif dan mencegah insiden siber.
Berbeda dengan cyber security teknis yang fokus pada proteksi sistem dari ancaman eksternal, compliance lebih menekankan pada dokumentasi, proses tata kelola, dan bukti formal bahwa organisasi telah menerapkan kontrol keamanan yang sesuai. Dengan kata lain, compliance adalah tentang bisa menunjukkan bahwa Anda sudah aman bukan sekadar merasa aman.
Contoh regulasi dan standar terkait:
UU PDP (Perlindungan Data Pribadi) berlaku penuh di Indonesia sejak Oktober 2024, mengatur pengumpulan, pemrosesan, dan penyimpanan data pribadi.
ISO/IEC 27001 standar internasional untuk sistem manajemen keamanan informasi.
PCI DSS standar keamanan data untuk industri pembayaran digital dan e-commerce.
GDPR peraturan Uni Eropa yang berdampak pada perusahaan Indonesia dengan mitra atau user dari Eropa.
NIST Cybersecurity Framework kerangka kerja keamanan siber yang banyak diadopsi di sektor publik dan enterprise.
Apa saja risiko mengabaikan cyber compliance?
Mengabaikan kepatuhan keamanan siber bukan hanya membuka celah serangan, tetapi juga bisa menimbulkan konsekuensi serius secara hukum, operasional, dan reputasi. Pada praktiknya, perusahaan baru menyadari pentingnya compliance setelah terjadi insiden besar padahal kerugian sudah tidak bisa dikembalikan.
1. Sanksi regulasi
UU PDP Indonesia menetapkan denda administratif hingga 2% dari total pendapatan tahunan jika perusahaan terbukti lalai dalam melindungi data pribadi. Ini belum termasuk potensi gugatan perdata dari korban kebocoran data. Lebih dari sekadar denda, perusahaan juga bisa diwajibkan menghentikan pemrosesan data sementara, yang berdampak langsung pada operasional harian. Dalam kasus tertentu, manajemen puncak bahkan bisa dimintai pertanggungjawaban secara pidana.
2. Gangguan operasional
Tanpa kepatuhan terhadap standar keamanan, sistem TI perusahaan lebih rentan terhadap:
Serangan ransomware yang mengunci akses operasional,
Insider threat dari karyawan yang menyalahgunakan hak akses,
Kegagalan sistem akibat tidak adanya patching, backup, atau pemantauan rutin.
Downtime ini berdampak langsung pada produktivitas dan layanan pelanggan. Bahkan gangguan berdurasi beberapa jam saja dapat menyebabkan kerugian finansial signifikan, terutama di sektor keuangan dan e-commerce yang sangat bergantung pada uptime sistem.
3. Kehilangan kepercayaan pelanggan
Kepercayaan adalah mata uang utama di era digital. Sekali saja pelanggan tahu data mereka bocor, mereka cenderung berpaling. Perusahaan yang gagal menunjukkan transparansi dan kepatuhan juga akan kehilangan kredibilitas di mata mitra bisnis dan investor. Efek jangka panjangnya adalah kehilangan loyalitas pelanggan dan potensi churn yang tinggi. Selain itu, brand Anda juga bisa kehilangan keunggulan kompetitif di pasar yang makin sadar akan privasi.
4. Biaya pemulihan yang mahal
Forensik digital, notifikasi ke regulator, penggantian kerugian ke user, hingga perbaikan sistem pasca insiden semuanya membutuhkan biaya besar. Tanpa kontrol dan dokumentasi yang baik sejak awal, proses pemulihan bisa memakan waktu berminggu-minggu. Dalam beberapa kasus, biaya penanganan insiden bisa mencapai miliaran rupiah terutama jika perusahaan harus menyewa tim eksternal, membayar kompensasi, dan membangun ulang sistem dari nol.
Checklist compliance keamanan cyber 2025
Checklist ini dibagi menjadi lima kategori, dari fondasi dasar hingga kontrol lanjutan dan kebutuhan khusus regulasi Indonesia. Pendekatan ini membantu organisasi memulai dari hal esensial dan berkembang secara bertahap sesuai kebutuhan bisnis dan risiko operasional.
1. Kepatuhan dasar (Cybersecurity Hygiene)
Langkah awal untuk semua organisasi baik startup, UMKM, hingga enterprise. Tanpa fondasi ini, kontrol lanjutan pun jadi sia-sia.
Enkripsi data (in-transit dan at-rest): Pastikan data penting seperti informasi pribadi, finansial, atau akun internal terenkripsi saat dikirimkan dan saat disimpan. Teknologi seperti TLS dan AES-256 wajib diterapkan, terutama untuk layanan cloud dan komunikasi email.
Patch management terjadwal: Banyak serangan siber memanfaatkan celah keamanan yang sebenarnya sudah ada patch-nya. Oleh karena itu, semua perangkat harus diperbarui secara berkala dan otomatis, termasuk server, aplikasi, dan OS.
Backup harian dengan lokasi terpisah: Backup bukan sekadar menyimpan data, tetapi juga memastikan file bisa dipulihkan saat terjadi kegagalan sistem atau serangan ransomware. Backup harus bersifat incremental, disimpan off-site atau di cloud, dan diuji restore-nya secara rutin.
Firewall & antivirus aktif: Pastikan perangkat endpoint dan jaringan memiliki proteksi dasar. Pilih solusi yang menyediakan update signature otomatis agar tetap bisa mengenali ancaman terbaru.
Multi-factor authentication (MFA): Gunakan autentikasi dua faktor untuk semua akun penting terutama admin, email, VPN, dan cloud. Ini adalah cara termudah mencegah pembobolan akibat password lemah atau bocor.
Tanpa kontrol dasar ini, serangan sederhana pun bisa menimbulkan kerugian besar. Ini adalah titik awal yang harus dibereskan terlebih dahulu sebelum bicara framework compliance seperti ISO atau NIST.
2. Persyaratan lanjutan (Advanced Controls)
Kontrol ini disarankan untuk organisasi dengan kompleksitas operasional tinggi, atau yang mengelola data kritikal dalam jumlah besar.
Zero Trust Architecture: Prinsipnya “jangan percaya siapa pun, selalu verifikasi.” Setiap permintaan akses baik dari user internal maupun mitra eksternal harus diverifikasi berdasarkan identitas, lokasi, dan device yang digunakan.
Segregasi jaringan (network segmentation): Pisahkan sistem penting seperti database keuangan atau sistem SCADA dari jaringan umum. Ini mencegah penyerang menjangkau aset kritikal hanya karena berhasil menembus satu endpoint.
User behavior analytics (UBA): Gunakan solusi yang bisa mendeteksi pola akses abnormal, seperti login tengah malam dari negara asing atau download massal oleh user biasa. Ini kunci deteksi awal insider threat.
Pelatihan kesadaran keamanan: Karyawan adalah garis pertahanan pertama. Program pelatihan bisa berupa simulasi phishing, kuis keamanan, atau e-learning reguler untuk meningkatkan awareness terhadap risiko seperti social engineering.
Kebijakan perangkat pribadi (BYOD): Jika karyawan menggunakan laptop atau HP pribadi untuk akses sistem, maka perlu kontrol endpoint seperti MDM, remote wipe, dan enkripsi perangkat.
3. Kebutuhan spesifik di Indonesia
Peraturan lokal seperti UU PDP dan kebijakan dari BSSN memberikan kewajiban tambahan yang tidak bisa diabaikan oleh organisasi di Indonesia.
UU PDP compliance: Pastikan pengumpulan dan pemrosesan data memiliki dasar hukum yang jelas. Pengguna memiliki hak atas data mereka (akses, koreksi, hapus), dan organisasi wajib melaporkan insiden dalam waktu 72 jam.
Penunjukan DPO: UU PDP mengharuskan perusahaan untuk memiliki Petugas Perlindungan Data (Data Protection Officer) yang bertanggung jawab atas tata kelola data pribadi dan pemantauan kepatuhan internal.
Sertifikasi lokal (ISO/SNI): Bagi perusahaan dengan risiko tinggi atau yang melayani sektor publik, kepemilikan sertifikasi seperti ISO 27001 atau SNI ISO/IEC 27001 akan memperkuat posisi dalam tender dan kepercayaan pasar.
Pelaporan ke BSSN: Beberapa sektor, seperti infrastruktur kritikal (telekomunikasi, energi, keuangan), diwajibkan melapor insiden siber secara berkala. Pastikan sistem log dan dokumentasi Anda siap saat dibutuhkan.
Memenuhi aspek lokal bukan hanya soal hukum, tapi juga kredibilitas bisnis dan kelancaran operasional di pasar nasional.
4. Tata kelola dan kontrol akses
Data sensitif harus dibatasi aksesnya, dan setiap tindakan harus bisa ditelusuri secara akurat.
Identifikasi & klasifikasi data: Ketahui di mana data penting Anda berada baik di server internal, cloud, atau endpoint. Gunakan tools DLP atau data discovery untuk membuat peta data yang akurat.
Least privilege access: Hanya berikan akses sesuai peran (role-based access control). Hindari user biasa memiliki hak admin. Lakukan review berkala terhadap siapa yang punya akses ke sistem sensitif.
Privileged Access Management (PAM): Gunakan solusi PAM untuk mengelola akses akun dengan hak istimewa (admin, root, dll.). Sistem ini mencatat aktivitas dan bisa memberikan akses sementara berdasarkan permintaan.
Audit trail & logging: Semua tindakan user harus dicatat siapa mengakses apa, kapan, dan dari mana. Pastikan log tidak bisa dimodifikasi dan memiliki retensi yang cukup (90 hari – 1 tahun tergantung standar).
Kebijakan retensi & penghapusan data: Data pribadi tidak boleh disimpan lebih lama dari yang diperlukan. Terapkan kebijakan otomatis untuk menghapus atau mengarsipkan data sesuai dengan masa retensi yang telah ditentukan.
Dengan tata kelola yang kuat, organisasi dapat mencegah pelanggaran data dan membuktikan bahwa sistem kontrolnya andal di hadapan auditor.
5. Audit, monitoring & dokumentasi
Tanpa bukti dan pemantauan, semua kontrol di atas sulit dibuktikan dan dijaga konsistensinya.
Log management & SIEM: Implementasi sistem log terpusat dan SIEM (Security Information and Event Management) memungkinkan organisasi mendeteksi insiden lebih cepat dan menyusun laporan audit secara otomatis.
Dokumentasi kebijakan & SOP: Buat dan perbarui dokumen formal tentang kebijakan keamanan, prosedur tanggap insiden, dan panduan operasional. Ini akan jadi acuan saat terjadi insiden dan saat audit berlangsung.
Simulasi insiden: Lakukan uji coba insiden minimal setahun sekali—misalnya, simulasi serangan ransomware atau kebocoran data. Latihan ini membantu menguji kesiapan tim dan efektivitas kebijakan yang sudah dibuat.
Compliance mapping: Cocokkan kontrol yang Anda terapkan dengan standar seperti ISO 27001, NIST CSF, atau PCI DSS. Ini membantu tim memahami gap dan menyusun roadmap perbaikan.
Review & audit internal berkala: Lakukan audit internal minimal tiap kuartal. Cek apakah semua kontrol masih relevan, berjalan efektif, dan apakah ada celah yang harus diperbaiki.
Apa saja tantangan implementasinya?
Meski checklist kepatuhan terlihat jelas di atas kertas, implementasinya di dunia nyata tidak selalu mudah. Banyak organisasi—terutama di Indonesia—menghadapi berbagai kendala saat mulai menyusun, menerapkan, dan menjaga program compliance yang efektif.
Berikut adalah tantangan-tantangan umum yang perlu diwaspadai:
1. Regulasi yang kompleks
Banyak organisasi kebingungan karena harus mematuhi lebih dari satu aturan sekaligus. Misalnya, perusahaan yang beroperasi secara lokal harus mengikuti UU PDP, sementara jika melayani konsumen global, juga harus memahami GDPR atau standar ISO/IEC 27001. Ditambah lagi, sektor tertentu seperti keuangan atau kesehatan memiliki regulasi tambahan dari OJK atau Kemenkes.
"Solusinya? Gunakan tools yang dapat membantu melakukan compliance mapping ke berbagai standar sekaligus seperti yang disediakan oleh Log360 atau PAM360."
2. Keterbatasan sumber daya dan anggaran
Banyak organisasi, terutama UMKM atau startup, merasa compliance itu “mahal” baik dari sisi lisensi tool, waktu tim IT, hingga biaya audit. Padahal, justru mereka yang paling rentan terhadap pelanggaran keamanan dan bisa terkena dampak paling besar saat terjadi insiden.
"Solusinya? Mulai dari hal paling dasar seperti patching dan backup, lalu bertahap ke kontrol lanjutan. Beberapa solusi ManageEngine seperti Patch Manager Plus dan RecoveryManager Plus menawarkan versi edisi gratis atau edisi standar dengan harga terjangkau."
3. Minimnya talenta keamanan siber
Permintaan terhadap tenaga ahli keamanan TI terus meningkat, tapi pasokannya terbatas. Banyak organisasi kesulitan mencari staf yang memahami baik aspek teknis maupun regulasi, apalagi jika harus membentuk tim compliance internal khusus.
"Solusinya? Manfaatkan platform yang user-friendly dan otomatis, sehingga proses monitoring, audit, dan pelaporan bisa dilakukan oleh tim TI umum tanpa perlu keahlian khusus. Contohnya, EventLog Analyzer menyediakan dasbor siap pakai untuk laporan ISO 27001, SOX, HIPAA, dan lainnya."
4. Kurangnya awareness dari pihak manajemen
Sering kali, urgensi keamanan dan compliance hanya dipahami oleh tim teknis, sementara eksekutif atau pemilik bisnis menganggapnya sebagai “pengeluaran tambahan.” Tanpa dukungan dari atas, program kepatuhan akan sulit berjalan konsisten.
"Solusinya? Edukasi manajemen dengan menunjukkan dampak finansial dari non-compliance, seperti potensi denda, kehilangan pelanggan, atau kerugian reputasi. Sajikan dalam bentuk risk analysis atau simulasi insiden nyata."
5. Dokumentasi dan audit yang kurang tersusun
Banyak organisasi menerapkan kontrol teknis tapi tidak terdokumentasi dengan baik, sehingga saat audit tiba, mereka kesulitan membuktikan kepatuhan. Tanpa dokumentasi dan log historis, bukti tindakan keamanan jadi sulit disampaikan ke regulator.
"Solusinya? Gunakan sistem logging dan dokumentasi otomatis yang terintegrasi dengan SIEM atau sistem audit. Tools seperti ADAudit Plus dan Log360 dapat membantu menyusun audit trail yang komprehensif dan tidak bisa dimanipulasi."
Siap menerapkan kepatuhan siber di perusahaan Anda?
Kini kepatuhan keamanan siber bukan sekadar kewajiban hukum tetapi bagian penting dari strategi bisnis yang berkelanjutan. Menerapkan kontrol yang tepat, menyusun dokumentasi yang rapi, dan memilih solusi yang mendukung kebutuhan lokal maupun global, organisasi dapat membangun pertahanan yang lebih kuat sekaligus meningkatkan kepercayaan pelanggan.
Perlu diingat, pelanggaran keamanan bisa terjadi kapan saja dan ketika itu terjadi, yang membedakan antara organisasi yang siap dan yang tidak adalah seberapa baik Anda telah membangun sistem compliance.
Jangan tunggu sampai terjadi insiden baru bertindak. Kami menyediakan berbagai solusi untuk membantu Anda:
Menemukan dan mengklasifikasikan data sensitif,
Memonitor aktivitas user dan perangkat,
Menyusun laporan audit otomatis sesuai standar,
Dan tentu saja, memastikan bahwa sistem Anda tetap patuh terhadap regulasi seperti UU PDP, ISO 27001, dan GDPR.
Coba demo gratis sekarang atau hubungi tim ManageEngine Indonesia untuk konsultasi compliance yang sesuai kebutuhan Anda.