Menghadapi 2026 dengan IT budgeting yang lebih efisien
"Tahun 2026 akan menuntut CIO dan CISO untuk menata ulang strategi anggaran TI agar lebih efisien, adaptif, dan berorientasi hasil bisnis."
Memasuki 2026, lanskap TI dan keamanan siber terus berubah, mulai dari adopsi AI yang semakin luas hingga ancaman siber yang kian canggih, organisasi di seluruh dunia menghadapi tantangan baru dalam menjaga efisiensi sekaligus memastikan ketahanan digital.
Berdasarkan Forrester’s Budget Planning Guide 2025, Security and Risk, hampir 90% leader global security memperkirakan anggaran mereka akan meningkat hingga 2026, dengan porsi terbesar diarahkan ke keamanan cloud, modernisasi infrastruktur, dan pelatihan kesadaran siber.
Dalam situasi ini, CIO dan CISO perlu mengubah pendekatan budgeting mereka dari sekadar operational expense management menjadi strategic investment planning yang berfokus pada risiko, hasil, dan kesiapan menghadapi ancaman modern. Apa saja yang menjadi tren, prioritas, dan strategi kunci dalam menyusun IT & Security Budget 2026? Simak penjelasan lengkapnya?
Apa saja tren IT budgeting & planning 2026?
Memasuki 2026, arah pengeluaran TI dan keamanan di banyak organisasi mulai bergeser dari sekadar mempertahankan sistem ke arah membangun ketahanan digital yang berkelanjutan. Beberapa tren utama yang membentuk lanskap anggaran TI dan keamanan 2026 meliputi:
Fokus pada AI dan automasi operasional
Secara global, CIO mulai mengadopsi AIOps (Artificial Intelligence for IT Operations) untuk mengotomatisasi deteksi anomali, mempercepat respons insiden, dan meningkatkan efisiensi tim TI.Gartner memperkirakan investasi di AI-driven automation akan menjadi pendorong utama pertumbuhan anggaran TI global, yang naik sekitar 8–10% . Di Indonesia, tren ini juga mulai terlihat terutama di perusahaan dengan infrastruktur hybrid, yang ingin mengurangi downtime dan menekan biaya operasional tanpa menambah tenaga kerja.
Modernisasi infrastruktur melalui cloud-native architecture
Di seluruh dunia, organisasi terus memperluas penggunaan cloud untuk mendukung skalabilitas dan fleksibilitas bisnis. Namun, di kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia, CIO menghadapi tantangan baru, visibilitas biaya dan cloud cost governance. Banyak organisasi kini beralih ke pendekatan berbasis analitik untuk memantau pemakaian sumber daya dan menghindari overprovisioning. Pendekatan ini membantu mereka menjaga efisiensi sekaligus memastikan anggaran tetap terkendali di tengah lonjakan biaya layanan cloud.
Keamanan sebagai prioritas utama
Keamanan siber menjadi porsi terbesar dalam alokasi anggaran TI di seluruh dunia. CIO di Amerika Utara dan Eropa menekankan integrasi antara observability, threat analytics, dan security resilience untuk menghadapi ancaman yang makin kompleks. Di Indonesia, kebutuhan serupa diperkuat oleh regulasi lokal seperti UU PDP dan SEOJK 29/2022 yang menuntut perusahaan memperkuat identity management, data governance, dan incident response. Laporan BSSN 2024 juga menegaskan urgensi ini, mencatat bahwa lebih dari 50% insiden siber di Indonesia disebabkan oleh celah pada endpoint dan kredensial pengguna.
Kepatuhan terhadap regulasi data dan privasi
Peningkatan regulasi privasi di berbagai negara memaksa organisasi berinvestasi lebih besar pada sistem pengendalian akses, audit trail, dan enkripsi data. Di Indonesia, kepatuhan terhadap regulasi kini menjadi faktor utama dalam perencanaan keamanan. Banyak perusahaan di sektor BFSI menambah alokasi anggaran untuk memperkuat kemampuan deteksi insiden dan memastikan kesiapan audit digital sesuai pedoman OJK.
Visibilitas dan akurasi pengeluaran TI
Salah satu tantangan terbesar bagi CIO adalah memahami ke mana sebenarnya dana TI dialokasikan dan apa dampaknya terhadap hasil bisnis. Di kawasan Asia Pasifik, CIO mulai beralih dari model budgeting tradisional berbasis spreadsheet ke data-driven budgeting yang mengandalkan analitik real-time. Solusi seperti ManageEngine Analytics Plus banyak digunakan untuk memantau tren pengeluaran, mengidentifikasi pemborosan, dan menghubungkan investasi TI dengan metrik kinerja seperti uptime, produktivitas, atau kepatuhan.
Investasi pada people dan budaya keamanan
Baik di tingkat global maupun lokal, kesadaran bahwa teknologi tidak akan efektif tanpa pengguna yang siap sudah menjadi pandangan umum. Banyak organisasi kini menyisihkan 5–10% dari total anggaran TI untuk program pelatihan keamanan, kesadaran siber, dan peningkatan keterampilan digital. Tujuannya adalah membangun human firewall yang kuat sekaligus memperkuat budaya keamanan di seluruh lini bisnis, sesuatu yang terbukti krusial dalam menurunkan risiko insiden akibat kelalaian manusia.
Bagaimana prioritas utama CIO dan CISO di 2026?
1. Meningkatkan efisiensi operasional dengan automasi dan AIOps
Tekanan untuk mencapai lebih banyak hasil dengan sumber daya yang sama mendorong organisasi beralih ke automasi operasional dan AIOps (Artificial Intelligence for IT Operations). Pendekatan ini membantu tim TI mendeteksi anomali lebih cepat, mempercepat analisis insiden, dan mengurangi waktu pemulihan (MTTR). Selain meningkatkan ketahanan sistem, automasi juga mengurangi beban kerja manual yang berulang dan memungkinkan tim fokus pada inovasi.
Banyak organisasi kini mulai memadukan tool network monitoring, observability, dan analytics dalam satu ekosistem terintegrasi. Biaya operasional bisa ditekan tanpa mengorbankan kualitas layanan. Menariknya solusi seperti OpManager dan Analytics Plus dari ManageEngine mendukung kebutuhan ini dengan menyediakan pemantauan real-time serta insight berbasis data untuk pengambilan keputusan yang lebih cepat.
2. Memperkuat keamanan dan kepatuhan berbasis Zero Trust
Keamanan masih menjadi prioritas utama dalam setiap rencana anggaran 2026. Pendekatan Zero Trust dengan prinsip “never trust, always verify”semakin banyak diadopsi oleh organisasi yang ingin memastikan perlindungan menyeluruh dari identitas hingga data.
Penerapan identity governance, solusi privileged access management (PAM), dan monitoring keamanan real-time kini menjadi fondasi penting untuk memastikan visibilitas dan pengendalian akses di seluruh sistem. Fokus investasi juga bergeser ke cloud security dan peningkatan kesadaran keamanan di level pengguna, karena dua area ini terbukti paling rentan terhadap serangan.
Di Indonesia, faktor kepatuhan turut memperkuat urgensi ini. UU PDP dan SEOJK 29/2022 menuntut perusahaan memiliki bukti audit yang jelas dan kontrol akses yang ketat terhadap data pribadi maupun sistem kritikal.
3. Rasionalisasi tool dan optimalisasi biaya
Pertumbuhan pesat vendor keamanan dan tumpukan solusi yang tidak terintegrasi membuat banyak organisasi menghadapi tech stack sprawl kondisi di mana terlalu banyak tool digunakan tanpa nilai tambah yang sepadan. Kini, semakin banyak CIO dan CISO yang mulai menerapkan prinsip efisiensi: tidak menambah sesuatu yang baru tanpa menghapus yang lama. Setiap investasi teknologi harus disertai evaluasi terhadap tool yang sudah ada, agar biaya lisensi dan operasional tetap terkendali.
Langkah ini tidak hanya menekan biaya, tapi juga menyederhanakan pengelolaan dan meningkatkan visibilitas lintas sistem. Kombinasi solusi seperti ServiceDesk Plus, OpManager, dan Log360 memungkinkan manajemen layanan dan keamanan TI yang lebih terpusat, sekaligus mendorong efisiensi biaya jangka panjang
4. Mengelola risiko manusia dan membangun budaya keamanan
Faktor manusia tetap menjadi titik rawan utama dalam rantai keamanan. Banyak insiden siber terjadi bukan karena kelemahan sistem, melainkan karena kelalaian pengguna dan . Pendekatan pelatihan keamanan yang bersifat umum terbukti kurang efektif dalam mengubah perilaku dan membangun kesadaran jangka panjang.
Karena itu, perusahaan kini beralih ke human risk management pendekatan yang mengukur perilaku pengguna secara nyata dan memberikan pelatihan berbasis risiko individu. Platform pelatihan dan simulasi modern dapat membantu mendeteksi pola berisiko dan memberikan intervensi yang lebih relevan. Selain membangun human firewall yang kuat, investasi ini jauh lebih murah dibanding biaya pemulihan akibat insiden yang disebabkan oleh kelalaian manusia.
5. Berinvestasi di teknologi baru dan ketahanan jangka panjang
Menyisihkan sebagian anggaran untuk inovasi kini menjadi keharusan. CIO dan CISO mulai mengalokasikan dana khusus untuk eksperimen dan proof of concept terhadap teknologi emerging yang berpotensi besar dalam memperkuat ketahanan siber jangka panjang. Beberapa area yang mulai dieksplorasi meliputi:
Exposure management & cyber risk quantification (CRQ): membantu organisasi menilai risiko secara kuantitatif dan memprioritaskan mitigasi berdasarkan dampak bisnis.
Security data lakes: solusi terpusat yang lebih hemat biaya untuk pengelolaan dan analisis data keamanan dalam skala besar.
AI/ML security governance: pengawasan terhadap model dan data AI agar terlindung dari manipulasi atau penyalahgunaan.
Strategi efektif menyusun IT & security budget 2026
Setelah menetapkan prioritas, tantangan berikutnya bagi CIO dan CISO adalah bagaimana mengubah strategi tersebut menjadi anggaran yang terukur, fleksibel, dan berbasis hasil. Banyak organisasi kini beralih dari pendekatan tahunan konvensional ke model budgeting berkelanjutan (continuous budgeting) yang lebih adaptif terhadap perubahan risiko, proyek, dan biaya operasional. Tren global menunjukkan bahwa alokasi anggaran TI dan keamanan kini semakin berpola pada empat area besar.
Aspek Anggaran | Porsi Ideal | Fokus Utama | Dampak terhadap Bisnis |
Operations (40%) | 40% | Monitoring, observability, automasi, infrastruktur hybrid | Efisiensi operasional dan uptime yang lebih tinggi |
Security (30%) | 30% | Zero Trust, IAM, PAM, SIEM, incident response | Peningkatan ketahanan siber dan kepatuhan regulasi |
Innovation (20%) | 20% | AI, ITSM modernization, automation, data analytics | Transformasi digital dan peningkatan user experience |
Training & People (10%) | 10% | Security awareness, digital upskilling, human risk management | Peningkatan budaya keamanan dan produktivitas tim |
Model 40-30-20-10 ini banyak digunakan oleh CIO di kawasan Asia Pasifik karena memberi keseimbangan antara stabilitas operasional dan ruang untuk inovasi. Model ini juga memungkinkan tim TI melakukan realokasi cepat jika terjadi perubahan mendadak dalam risiko keamanan atau prioritas bisnis.
1. Gunakan pendekatan berbasis risiko (risk-based budgeting)
Alih-alih mengalokasikan dana berdasarkan kategori teknis seperti hardware atau software, perusahaan kini mulai menyusun anggaran berdasarkan tingkat risiko dan dampak bisnis. Setiap proyek TI dievaluasi dari tiga sudut: nilai bisnis yang dihasilkan, potensi risiko yang dikurangi, dan tingkat kepatuhan yang dicapai. Pendekatan ini membantu CISO menjawab pertanyaan yang sering muncul dari manajemen: “Bagaimana keamanan mendukung bisnis, bukan sekadar membebani anggaran?”
Pendekatan risk-based budgeting memudahkan penentuan prioritas project misalnya, upgrade PAM mungkin lebih mendesak dibanding pembaruan endpoint biasa jika risiko akses istimewa lebih tinggi.
2. Bangun visibilitas menyeluruh terhadap biaya TI
Kurangnya visibilitas adalah salah satu penyebab utama pemborosan anggaran.
Masih banyak organisasi yang menggunakan spreadsheet manual untuk melacak biaya proyek TI, padahal lingkungan cloud dan hybrid membuat data tersebut berubah setiap saat.
Mengintegrasikan analitik keuangan dengan data operasional TI membantu CIO melihat gambaran lengkap:
Berapa banyak anggaran yang terserap untuk cloud, security, dan support.
Area mana yang mengalami kenaikan biaya paling cepat.
Unit bisnis mana yang menghasilkan ROI paling tinggi dari investasi TI.
Solusi seperti ManageEngine Analytics Plus menyediakan dashboard budgeting interaktif yang menampilkan data biaya secara real-time, membantu tim TI mengidentifikasi pemborosan dan membuat keputusan berbasis data, bukan asumsi.
3. Lakukan evaluasi dan reforecast secara berkala
Anggaran TI tidak bisa lagi bersifat statis, lingkungan bisnis dan ancaman siber berubah cepat, sehingga organisasi perlu melakukan evaluasi dan reforecast minimal setiap kuartal. Pendekatan ini umum digunakan oleh perusahaan besar yang mengadopsi framework continuous budgeting untuk memastikan setiap proyek tetap relevan dengan prioritas terkini.
Reforecast juga membantu tim TI beradaptasi dengan situasi tak terduga misalnya lonjakan harga lisensi cloud, perubahan regulasi, atau kebutuhan mendadak untuk memperkuat sistem keamanan setelah insiden besar.
4. Libatkan lintas fungsi sejak tahap perencanaan
Keberhasilan perencanaan anggaran TI tidak hanya bergantung pada tim teknologi. Melibatkan divisi lain seperti keuangan, operasional, dan manajemen risiko sejak awal akan menghasilkan budget alignment yang lebih baik. Memastikan setiap inisiatif TI memiliki relevansi langsung terhadap sasaran bisnis dan KPI perusahaan.
Keterlibatan lintas fungsi juga membantu meningkatkan akuntabilitas: setiap pengeluaran dapat dilihat dalam konteks business outcome, bukan hanya dari sisi teknis. Pada berbagai organisasi, pendekatan kolaboratif ini menjadi faktor pembeda antara proyek TI yang berumur panjang dan yang gagal mendukung strategi perusahaan.
5. Gunakan metrik hasil (outcome-based metrics) untuk mengukur ROI
Pengukuran keberhasilan anggaran kini tidak lagi sebatas apakah proyek selesai tepat waktu atau tidak, tetapi apa hasil bisnis yang dicapai. Metrik seperti downtime reduction, SLA improvement, incident response time, atau compliance audit readiness menjadi indikator baru yang lebih relevan.
Setiap inisiatif TI dan keamanan perlu dikaitkan dengan outcome bisnis yang nyata:
Berapa jam downtime yang berhasil dihemat.
Berapa persen risiko yang berhasil dikurangi.
Seberapa cepat proses audit internal kini dapat diselesaikan.
Sudah siap menuju langkah selanjutnya?
Keberhasilan di tahun mendatang akan sangat bergantung pada kemampuan organisasi untuk menyeimbangkan tiga hal:
menjaga stabilitas operasional,
meningkatkan ketahanan siber, dan
membuka ruang inovasi yang mendorong pertumbuhan jangka panjang.
Pendekatan berbasis data, automasi, dan risk-oriented budgeting menjadi kunci agar perencanaan keuangan TI tidak hanya reaktif terhadap ancaman, tetapi proaktif dalam menciptakan nilai.
Bagi organisasi yang ingin memulai perjalanan tersebut, penting untuk membangun fondasi yang kuat: visibilitas menyeluruh, integrasi lintas fungsi, serta budaya keamanan yang berkelanjutan.
Pelajari bagaimana ManageEngine Analytics Plus dapat membantu Anda merancang strategi IT & Security Budget 2026 yang efisien, terukur, dan siap menghadapi tantangan bisnis masa depan.