Apa itu serangan DDoS? Cara kerja, contoh, dan cara melindungi bisnis Anda

Bayangkan ketika pengguna ingin mengakses layanan digital perusahaan Anda, baik itu portal pelanggan, aplikasi e-commerce, atau sistem internal TI namun semuanya tiba-tiba lambat, tidak merespons, atau bahkan benar-benar tidak bisa dibuka.
Bukan hanya pengguna yang frustrasi tim TI pun panik karena tidak tahu apakah sistem mengalami overload biasa, bug, atau terkena cyber attack. Setiap detik keterlambatan bisa berarti kehilangan peluang bisnis atau kerusakan reputasi yang sulit diperbaiki.
Di balik kejadian seperti ini, bisa jadi ada satu penyebab yang sangat umum namun sering diremehkan: serangan DDoS.
Dalam artikel ini, kita akan membahas bagaimana serangan DDoS bekerja, mengapa perusahaan perlu waspada, dan langkah-langkah efektif untuk melindungi sistem Anda dari ancaman ini termasuk solusi monitoring dan mitigasi yang bisa diandalkan.
Apa itu DDoS?
DDoS (Distributed Denial-of-Service) adalah jenis cyber attack yang dirancang untuk membuat layanan online down dengan cara membanjiri sistem dengan traffic secara masif. Meski tidak mencuri data seperti serangan peretasan pada umumnya, DDoS bisa menimbulkan kerugian besar secara finansial maupun reputasi dan serangan ini tidak mengenal skala bisnis.
Bahkan di Indonesia, sejumlah situs pemerintahan dan platform digital pernah terdampak oleh serangan semacam ini, terutama saat traffic sedang tinggi atau menjelang momen penting. Umumnya, penyerang akan terlebih dahulu mengambil alih jaringan perangkat yang tersebar, mulai dari komputer hingga perangkat IoT, lalu menginfeksinya dengan malware.
Kumpulan perangkat yang berhasil dikendalikan inilah yang disebut botnet, dan dari sinilah serangan diluncurkan secara serentak ke target, menciptakan lonjakan traffic yang sangat sulit dibedakan dari traffic normal.
Bagaimana cara kerja serangan DDoS?
Serangan DDoS bekerja dengan cara membanjiri sistem target dengan request akses dalam jumlah besar secara bersamaan. Request ini tidak datang dari satu komputer saja, melainkan dari ribuan hingga jutaan perangkat yang telah terinfeksi malware dan menjadi bagian dari jaringan botnet yang dikendalikan oleh pelaku. Botnet ini bisa terdiri dari komputer, server, bahkan perangkat IoT (seperti kamera CCTV dan smart TV) yang tanpa disadari pemiliknya ikut menyerang target.
Ketika traffic ini dikirim secara masif ke server atau aplikasi Anda, sistem menjadi kewalahan menangani request yang masuk. Akibatnya, pengguna / pelanggan atau staf internal tidak dapat mengakses layanan secara normal. Dalam beberapa kasus, server bisa benar-benar crash atau offline untuk sementara. Misalnya saja, pada tahun 2021, situs BSSN sempat mengalami gangguan akibat serangan DDoS yang menargetkan infrastruktur digital pemerintah. Insiden ini menegaskan bahwa ancaman DDoS bisa menyasar siapa saja termasuk institusi dengan tingkat keamanan tinggi sekalipun.
Apa saja tipe serangan DDoS?
Tidak semua serangan DDoS bekerja dengan cara yang sama. Tergantung pada target dan tujuannya, pelaku bisa menggunakan berbagai jenis serangan untuk melumpuhkan sistem. Serangan DDoS (Distributed Denial-of-Service) dapat dikategorikan berdasarkan metode serangan dan lapisan jaringan yang menjadi target. Berikut adalah beberapa tipe serangan DDoS yang umum terjadi:
Serangan berbasis volume (Volume-Based Attack)
Serangan ini bertujuan untuk menghabiskan bandwidth jaringan dengan membanjiri target menggunakan traffic data dalam volume sangat besar.
UDP Flood: Mengirimkan sejumlah besar paket UDP ke port acak pada server target, menyebabkan server memeriksa aplikasi yang mendengarkan di port tersebut dan akhirnya kehabisan sumber daya.
ICMP Flood (Ping Flood): Mengirimkan sejumlah besar request ping (ICMP Echo Request) ke target tanpa menunggu balasan, menyebabkan sistem mengalokasikan terlalu banyak sumber daya untuk merespons request tersebut.
Serangan berbasis protokol (Protocol-Based Attack)
Serangan ini mengeksploitasi kelemahan pada protokol jaringan, seperti TCP, SYN, atau Ping of Death, dengan mengirim request yang tidak lengkap atau anomali teknis yang membuat server terus menunggu balasan yang tidak pernah datang.
SYN Flood: Mengeksploitasi proses handshake protokol TCP dengan mengirim request SYN dalam jumlah besar tanpa menanggapi respons SYN-ACK dari server, sehingga membuat koneksi tetap terbuka dan menguras sumber daya server.
- Ping of Death: Mengirim package IP yang lebih besar dari ukuran yang diizinkan, menyebabkan target tidak dapat menangani paket tersebut dan menyebabkan crash pada sistem.
Serangan lapisan aplikasi (Application Layer Attack)
Serangan ini menargetkan lapisan aplikasi dari model OSI, seperti situs web, halaman login, atau sistem pencarian produk. Serangan dilakukan dengan mengirimkan request seperti pengguna normal, tapi dalam jumlah sangat banyak dan terus menerus, sehingga aplikasi kehabisan sumber daya untuk merespons.
HTTP Flood: Mengirimkan sejumlah besar request HTTP GET atau POST ke server web, membuat server harus memproses setiap request hingga melampaui kapasitasnya.
Serangan fragmentasi (Fragmentation Attack)
Serangan ini menargetkan proses rekonstruksi data pada protokol TCP/IP, di mana sistem harus menyusun kembali potongan informasi yang dikirim secara terfragmentasi. Ketika potongan data tersebut dikirim dalam ukuran atau urutan yang tidak semestinya, sistem akan kewalahan dalam menyusunnya kembali, hingga akhirnya terjadi konflik atau crash pada layanan jaringan.
Teardrop Attack, misalnya, bekerja dengan cara mengirimkan fragmen IP yang saling tumpang tindih secara tidak valid. Ini memicu sistem mengalami error saat mencoba memproses data tersebut, yang pada akhirnya bisa menyebabkan sistem berhenti merespons atau bahkan down sepenuhnya.
Apa dampak serangan DDoS terhadap perusahaan?
Meskipun serangan DDoS tidak mencuri data atau menyusup ke dalam sistem seperti serangan siber lainnya, efeknya bisa sangat merugikan baik dari sisi operasional maupun reputasi. Ketika layanan berbasis web menjadi hal utama, ketidakmampuan sistem untuk diakses dalam hitungan menit saja bisa berdampak besar.
Berikut beberapa dampak dari serangan DDoS terhadap perusahaan:
1. Downtime website atau layanan digital
Saat serangan DDoS berlangsung, server menjadi terlalu sibuk menangani traffic, hingga akhirnya tidak bisa merespons request dari pengguna. Akibatnya, website, aplikasi pelanggan, layanan cloud, bahkan sistem internal seperti helpdesk atau portal karyawan bisa ikut lumpuh.
Downtime ini tidak hanya merusak pengalaman pengguna, tetapi juga bisa mengganggu alur kerja tim internal yang mengandalkan akses digital setiap harinya. Semakin lama gangguan berlangsung, semakin besar pula risiko terjadinya backlog, keterlambatan layanan, dan kehilangan peluang bisnis yang seharusnya didapatkan secara real-time.
2. Hilangnya kepercayaan pelanggan
Ketika pelanggan tidak bisa mengakses layanan digital, mereka akan merasa frustrasi. Jika hal ini terjadi berulang, maka kepercayaan terhadap brand akan menurun. Dalam industri yang sangat kompetitif seperti e-commerce, fintech, atau layanan SaaS, kehilangan kepercayaan pengguna bisa berarti kehilangan loyalitas dan pendapatan jangka panjang. Pengguna digital saat ini cenderung cepat berpindah ke kompetitor. Satu pengalaman buruk bisa membuat mereka enggan kembali.
3. Kerugian finansial akibat layanan terganggu
Downtime berarti kehilangan potensi pendapatan, terutama untuk perusahaan yang bergantung pada transaksi online atau layanan digital 24/7. Selain itu, ada juga kerugian tidak langsung seperti peluang bisnis yang hilang, keterlambatan operasional, dan terganggunya proses layanan pelanggan. Dalam serangan besar, kerugian bisa mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah, tergantung skala dan lama waktu layanan tidak tersedia.
4. Biaya tambahan untuk mitigasi dan pemulihan
Menangani serangan DDoS tidak berhenti saat traffic kembali normal. Perusahaan sering kali perlu melakukan analisis mendalam, memperbaiki infrastruktur, dan menyusun ulang strategi keamanan. Ini mencakup forensik log, evaluasi pola serangan, dan penyesuaian kebijakan keamanan, yang semuanya memakan waktu dan biaya tambahan.
Karena itu, banyak tim TI kini mulai mengandalkan solusi monitoring jaringan yang bisa membantu mendeteksi anomali traffic lebih awal, sehingga potensi serangan dapat ditanggulangi sebelum menimbulkan gangguan serius. Memiliki visibilitas yang lebih baik terhadap aktivitas jaringan, perusahaan bisa merancang strategi pertahanan yang lebih matang dan efisien bahkan tanpa harus selalu bereaksi di saat krisis.
Bagaimana strategi pertahanan DDoS
Menghadapi serangan DDoS memerlukan pendekatan berlapis dan proaktif, bukan hanya bereaksi saat serangan sudah terjadi. Kombinasi perangkat keamanan, visibilitas trafik, dan kesiapan respons, perusahaan bisa mengurangi dampak sekaligus meningkatkan ketahanan sistem digital mereka.
1. Gunakan firewall dan Intrusion Detection System (IDS)
Firewall dan IDS adalah garis pertahanan pertama dalam menjaga jaringan tetap aman dari traffic mencurigakan. IDS bekerja dengan mengenali pola-pola abnormal, seperti lonjakan permintaan dari satu IP, signature serangan DDoS, atau aktivitas flood yang berulang. Dengan konfigurasi dan monitoring yang tepat, sistem ini bisa memberikan peringatan dini bahkan sebelum serangan mencapai titik kritis.
Anda dapat menggunakan solusi Firewall Analyzer yang memberikan insight visual dan alert berbasis trafik abnormal, sehingga mengelola dan membaca log dari firewall lebih efisien.
2. Terapkan Rate Limiting
Rate limiting adalah cara sederhana namun sangat efektif untuk membatasi jumlah permintaan dari satu sumber dalam waktu tertentu. Teknik ini sangat berguna untuk mengamankan endpoint yang sensitif seperti API, login, atau formulir interaktif, yang sering dijadikan target serangan berbasis layer aplikasi. Dengan menerapkan pembatasan ini, server tidak akan mudah overload dan bisa tetap memprioritaskan pengguna yang sah.
Banyak organisasi menggunakan pendekatan adaptive rate limiting, di mana batasan permintaan dapat disesuaikan secara dinamis berdasarkan kondisi trafik dan waktu akses.
3. Gunakan Content Delivery Network (CDN)
CDN tidak hanya mempercepat akses pengguna dengan menyimpan cache konten di server terdekat, tapi juga membantu menyerap beban trafik berlebih saat terjadi serangan. Karena CDN tersebar secara global, traffic berbahaya dapat diisolasi lebih cepat dan tidak langsung membebani server pusat Anda. Ini sangat penting untuk layanan digital yang melayani banyak pengguna dari berbagai lokasi, seperti portal pelanggan, e-commerce, atau aplikasi publik.
Beberapa CDN modern juga sudah dilengkapi dengan fitur deteksi bot dan firewall aplikasi web (WAF) bawaan, sehingga bisa menambah satu lapisan keamanan ekstra secara otomatis.
4. Pantau Traffic secara Real-Time
Visibilitas terhadap aktivitas jaringan secara menyeluruh menjadi salah satu kunci utama dalam mendeteksi serangan DDoS sejak dini. Dengan pemantauan real-time, tim TI bisa melihat adanya lonjakan trafik, permintaan tidak wajar, atau aktivitas bot sebelum sistem benar-benar lumpuh. Monitoring ini juga penting untuk forensik pasca-insiden, guna menganalisis pola serangan dan memperkuat sistem di masa depan.
Solusi ManageEngine Log360 memungkinkan tim keamanan untuk menggabungkan log dari berbagai sistem dan menganalisisnya dalam satu dashboard terpadu. Ini tidak hanya mempercepat deteksi, tapi juga membantu membangun strategi respons insiden yang lebih terarah.
5. Bangun Koordinasi dengan ISP
Ketika serangan DDoS mencapai volume yang sangat besar, kerja sama dengan ISP menjadi langkah krusial. ISP dapat membantu memblokir trafik berbahaya di tingkat hulu, bahkan sebelum mencapai jaringan perusahaan Anda. Namun, efektivitas kerja sama ini sangat bergantung pada kesiapan internal perusahaan dalam menyuplai log, bukti teknis, dan analisis trafik sebagai bahan koordinasi.
Oleh karena itu, penting untuk memiliki sistem log management yang kuat dan terdokumentasi dengan baik agar ISP bisa dengan cepat menindaklanjuti laporan serangan dari sisi teknis.
Tips Tambahan:
Audit dan patch sistem secara rutin: Serangan DDoS bisa memanfaatkan celah kecil dalam sistem atau software lama yang belum diperbarui. Pastikan infrastruktur Anda selalu dalam versi yang paling stabil dan aman.
Siapkan rencana respons insiden: Tim TI perlu memiliki SOP dan peran yang jelas saat serangan terjadi. Waktu reaksi yang lambat bisa memperbesar dampak serangan, bahkan jika infrastruktur sudah kuat.
Bangun arsitektur yang skalabel dan redundan: Infrastruktur yang bisa menyesuaikan kapasitas secara otomatis akan lebih siap menghadapi lonjakan traffic.
Siapkah Infrastruktur Anda Menghadapi Serangan DDoS?
Semakin kompleksnya ancaman siber, serangan DDoS tetap menjadi salah satu metode yang paling sering digunakan untuk melumpuhkan layanan digital secara cepat. Meskipun tidak menyerang data secara langsung, dampak dari downtime, gangguan layanan, hingga hilangnya kepercayaan pelanggan bisa sangat serius bagi bisnis di era digital ini.
Segera evaluasi pendekatan keamanan dan mencari solusi yang membantu mendeteksi ancaman lebih cepat, pilih solusi yang menawarkan visibilitas log, monitoring real-time, dan kemampuan analitik terintegrasi.
Coba solusi Log360 dan Firewall Analyzer kami untuk membangun sistem yang lebih tangguh terhadap DDoS, coba demo gratis sekarang!