RBAC adalah: Pengertian, cara kerja, dan best practicenya
Pernahkah Anda menemukan file penting di kantor, namun tidak bisa membukanya karena tidak memiliki akses? Namun, atasan Anda bisa membukanya. Konsep ini disebut dengan role-based access control atau RBAC. RBAC adalah metode yang mengatur siapa bisa akses apa, berdasarkan peran atau role mereka. Cara ini membuat organisasi melindungi data penting dari tangan yang salah.
Pada artikel blog ini, Anda akan memahami lebih dalam tentang RBAC—mulai dari pengertian, cara kerja, risiko tidak menerapkannya, hingga best practice.
Apa itu RBAC?
Role-based access control atau RBAC adalah kontrol privileged access management (manajemen hak akses istimewa) yang memberikan izin kepada user tertentu berdasarkan perannya di organisasi. Konsep ini berkaitan erat dengan role (peran) dan privilege (hak istimewa) yang diberikan kepada user sah untuk melakukan tindakan spesifik pada resource yang penting.
Bagaimana cara kerja RBAC?
RBAC bekerja melalui tiga langkah utama, yaitu:
1. Memberi peran saat onboarding
Ketika ada karyawan yang baru masuk ke suatu organisasi, Anda akan memberikannya "peran" yang sesuai. Misalnya, apakah dia seorang staff, manager, admin, atau lainnya. Peran ini akan menentukan level akses karyawan tersebut ke sistem atau data tertentu. Sebagai seorang manager, tentu ia akan punya akses ke resource yang lebih luas dan sensitif dibandingkan staff biasa.
2. Memberikan akses sesuai peran
Setelah mendapatkan peran, sistem akan memberikan hak akses yang spesifik sesuai dengan peran tersebut. Hak akses ini memiliki sifat mendetail atau granular.
Sebagai contoh, staff biasa tidak diizinkan mengedit laporan keuangan. Sementara, manager bisa melakukannya.
Pengaturan akses ini dipegang oleh admin. Admin bisa mengatur siapa saja yang boleh melihat, mengedit, atau mengelola resource tertentu.
3. Mengotorisasi tindakan berdasarkan peran
Setelah itu, setiap kali karyawan mencoba melakukan suatu tindakan, sistem akan melakukan otorisasi. Apakah karyawan yang bersangkutan memiliki izin untuk melakukan tindakan ini? Apakah tindakan yang dilakukan sesuai dengan perannya? Jika ada tindakan yang tidak sesuai, maka akses akan ditolak.
Misalnya, jika staff biasa yang tidak memiliki izin mencoba untuk mengedit laporan keuangan, sistem akan otomatis memblokir tindakan tersebut.
Apa yang terjadi jika RBAC tidak diterapkan?
Penerapan RBAC menjadi sangat krusial di organisasi karena tingginya risiko keamanan akibat ketidakhadirannya. Jika RBAC tidak diterapkan, risikonya adalah sebagai berikut.
1. Meningkatnya risiko ancaman internal
Hati-hati, ancaman siber bisa saja datang dari dalam organisasi. Namanya adalah ancaman internal atau insider threat. Ancaman ini bisa terjadi akibat karyawan yang memiliki izin berlebih terhadap resource penting. Jika karyawan tersebut mengakses resource yang rahasia, baik sengaja atau tidak disengaja, kebocoran data yang serius bisa terjadi.
2. Meningkatnya attack surface
RBAC memiliki penerapan prinsip least privilege. Prinsip ini menyatakan bahwa setiap orang, sistem, atau aplikasi hanya boleh punya akses minimum yang mereka butuhkan untuk mengerjakan tugasnya, tidak lebih.
Tanpa penerapan prinsip least privilege, attack surface bisa semakin meluas. Attack surface itu sendiri merupakan semua titik atau celah dalam sistem yang bisa dimanfaatkan penyerang untuk masuk dan mencuri data. Jika attack surface semakin meluas, maka user memiliki lebih banyak akses ke data dan sistem sensitif, membuat potensi eksploitasi vulnerability semakin meningkat.
3. Meningkatnya lateral movement
Apabila ada satu akun yang dibajak karena terlalu banyak akses, lateral movement membuat penyerang bisa berpindah-pindah ke sistem lain yang lebih penting. Akhirnya, data penting organisasi bisa bocor. Hal ini bisa jadi lebih gampang terjadi jika tidak ada RBAC.
4. Meningkatnya risiko tidak patuh pada kepatuhan
Banyak regulasi seperti GDPR, HIPAA, dan UU PDP yang mewajibkan kontrol akses ketat terhadap data, sistem, atau aplikasi tertentu. Tanpa penerapan RBAC, organisasi bisa dianggap lalai dan terkena denda atau sanksi. Bukan hanya itu, ketidakpatuhan terhadap standar dan regulasi yang berlaku juga bisa menurunkan kepercayaan pelanggan.
Apa saja best-practice dalam penerapan RBAC?
Supaya penerapan RBAC berjalan dengan efektif, berikut ini beberapa best-practice yang bisa Anda terapkan.
1. Memahami kebutuhan bisnis
Sebagai langkah awal, Anda perlu memahami mengapa Anda perlu RBAC. Memang, ada peran dan fungsi apa saja di organisasi? Mengapa mereka harus memiliki hak akses yang berbeda? Data sensitif seperti apa yang Anda lindungi? Platform atau sistem mana yang akan diterapkan RBAC?
Memahami hal tersebut sangat penting untuk membuat rencana implementasi RBAC yang lebih efektif dan efisien. Dengan rencana yang baik, transisi penerapan RBAC akan lebih mulus dan sistem IT Anda pun jadi lebih terlindungi.
2. Mendefinisikan peran dengan jelas
Anda perlu memerhatikan siapa yang melakukan tugas apa, lalu apa saja kebutuhannya. Nah, saat mendefinisikan peran ini, hindari terlalu banyak pengecualian dan peran yang terlalu mirip atau tumpang tindih.
Contohnya, Anda memiliki dua peran, yaitu supervisor dan team leader. Kedua peran ini memiliki tugas yang hampir sama persis, sehingga membingungkan admin. Oleh karena itu, jika ada dua peran dengan akses yang sama, lebih baik digabung saja menjadi satu peran.
3. Membuat grup sesuai jabatan
Anda bisa mengelompokkan pengguna ke dalam grup berdasarkan jabatan atau departemennya di organisasi. Misalnya, ada grup khusus staf IT trainee yang hanya bisa mengakses dokumentasi standar. Di sisi lain, ada grup khusus supervisor IT yang bisa mengakses sistem monitoring dan data sensitif lainnya.
Adanya grup ini memudahkan pemberian akses, sebab Anda tak perlu mengatur akses satu-satu ke setiap orang. Cukup berikan akses ke grup, maka semua orang dalam grup tersebut akan langsung mengikuti kebijakannya.
4. Membuat grup khusus untuk tim lintas divisi
Terkadang, aktivitas di organisasi mengharuskan Anda membuat tim proyek gabunga dari berbagai divisi. Untuk melakukan pekerjaannya, mereka membutuhkan akses ke data yang sama, meskipun jabatan atau posisinya berbeda-beda.
Solusinya adalah membuat grup khusus untuk tim ini. Lalu, terapkan kebijakan akses khusus pada grup tersebut. Dengan demikian, kolaborasi tetap aman dan lancar tanpa perlu memberi akses yang terlalu luas bagi masing-masing individu.
5. Mengaudit secara berkala
Akses akan berubah sepanjang waktu. Misalnya, jika ada karyawan baru yang masuk atau karyawan lama yang pindah posisi. Itulah mengapa, Anda perlu mengaudit hak akses secara berkala. Lihat hak akses yang dimiliki karyawan saat ini dan bandingkan dengan perannya. Dengan begitu, Anda bisa mengevaluasi apakah peran yang ada masih relevan dengan tujuan organisasi.
Implementasi RBAC dengan ManageEngine
Role-based access control atau RBAC adalah metode pengelolaan akses yang bisa diterapkan di berbagai jenis sistem. Anda bisa menerapkan metode ini untuk berbagai jenis resource, seperti password, endpoint, jaringan, hingga data pengguna. Penerapan RBAC akan sangat membantu dalam memastikan hanya orang yang tepat yang bisa mengakses informasi atau sistem yang sesuai dengan perannya.
Di ManageEngine, RBAC telah diintegrasikan ke dalam berbagai solusi untuk menjawab kebutuhan tersebut. Misalnya, Anda bisa mengatur hak akses terhadap suatu perangkat melalui Endpoint Central, mengelola hak akses terhadap kredensial sensitif di PAM360, atau mengontrol siapa yang berhak melakukan perubahan di Active Directory melalui AD360.
Pendekatan RBAC membantu Anda menjaga keamanan sistem dengan maksimal. Ingin mencoba langsung bagaimana ManageEngine bisa mengamankan organisasi Anda tanpa mengorbankan efisiensi kerja? Jadwalkan sesi konsultasi gratis dengan tim ManageEngine Indonesia!