Kebocoran data bukan lagi hal baru di Indonesia. Namun, mengapa hal ini terus berulang? Tentu saja penyebabnya tidak hanya soal cyberattack, tetapi juga kelemahan dalam pengelolaan keamanan data, baik di tingkat individu maupun organisasi.

“Laporan Katadata menunjukkan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-13 di dunia dengan 156,8 juta data yang bocor sejak 2004 hingga 15 April 2024, setara dengan 0,9% dari total kebocoran data global.”

Bagi bisnis, ancaman ini harus menjadi perhatian utama. Kebocoran data tidak hanya berdampak pada kerugian finansial, tetapi juga dapat merusak reputasi perusahaan di mata pelanggan dan mitra bisnis.

Mari simak secara mendalam bagaimana fenomena kebocoran data yang terjadi di Indonesia dan cara mengatasinya.

 

Apa itu kebocoran data?

Kebocoran data (data leakage) adalah situasi di mana informasi sensitif, baik milik individu maupun perusahaan, diakses oleh pihak yang tidak berwenang. Kebocoran data terjadi ketika data ditransmisikan secara tidak sah dari organisasi ke sumber eksternal. Hal ini bisa terjadi secara fisik maupun elektronik melalui perangkat seperti hard drive, USB, atau ponsel, dan data yang bocor dapat terpapar ke publik atau jatuh ke tangan pihak yang tidak bertanggung jawab.

Ketika kebocoran data terjadi, berbagai jenis informasi sensitif dapat terekspos, seperti informasi pribadi pengguna (nama lengkap, alamat, nomor telepon, data kependudukan), informasi finansial (nomor kartu kredit, kode CVV, rekening bank), data aktivitas pengguna (riwayat transaksi, kebiasaan browsing, lokasi perangkat), hingga informasi perusahaan (strategi bisnis, data pelanggan, dokumen sensitif).

 
Lalu, apa penyebab kebocoran data yang terus terjadi

Tidak seperti pelanggaran data (data breach) yang biasanya terjadi akibat cyberattack secara langsung, kebocoran data sering kali terjadi secara tidak disengaja akibat kelemahan sistem keamanan atau kelalaian pengguna. Berikut beberapa penyebab utama penyebab data leakage yang sering terjadi.

1. Keamanan cyber yang lemah

Kebocoran data sering terjadi karena kelemahan dalam sistem keamanan yang tidak dikelola dengan baik. Banyak organisasi di Indonesia belum memiliki kesadaran untuk mengupdate software mereka secara rutin, sehingga celah keamanan yang sudah diketahui menjadi mudah dieksploitasi oleh hacker. Hal ini memungkinkan data sensitif dicuri tanpa memerlukan serangan yang rumit.

Terlebih lagi, keamanan pada perangkat endpoint seperti laptop dan ponsel sering kali diabaikan. Tanpa perlindungan seperti antivirus atau enkripsi yang memadai, perangkat ini menjadi pintu masuk yang mudah bagi hacker untuk mengakses jaringan perusahaan.

2. Kelalaian dan human error

Kelalaian pengguna sering menjadi penyebab utama kebocoran data di organisasi. Kesalahan seperti salah konfigurasi sistem, penggunaan perangkat yang tidak aman, atau sharing password dengan pihak yang tidak seharusnya, membuka celah bagi peretas untuk mengakses data sensitif.

Bahkan tindakan sederhana, seperti mengirim file penting ke alamat email yang salah, dapat menyebabkan informasi rahasia jatuh ke tangan yang tidak bertanggung jawab. Ditambah lagi penggunaan jaringan Wi-Fi publik tanpa perlindungan, seperti VPN, juga memperbesar risiko kebocoran data. Peretas dapat dengan mudah menyusup ke koneksi tersebut dan mencuri informasi yang dikirimkan.

3. Phishing dan malware

Phishing merupakan salah satu metode paling umum yang digunakan hacker untuk mencuri data sensitif. Serangan ini menipu korban melalui email, pesan teks, atau website palsu yang menyerupai institusi resmi. Korban sering diminta untuk memberikan informasi seperti username, password, atau data keuangan. Teknik ini sering disertai pesan mendesak, seperti “konfirmasi akun sekarang,” yang membuat korban terburu-buru tanpa memeriksa keasliannya.

Sementara itu, malware ialah software berbahaya yang menyusup ke perangkat tanpa disadari, melalui lampiran email atau download dari website yang tidak aman. Kombinasi phishing dan malware memperbesar risiko, di mana phishing membuka jalan bagi malware untuk diinstal. Dengan teknik social engineering yang semakin canggih, serangan ini sulit dikenali, sehingga data sensitif dengan mudah jatuh ke tangan peretas.

4. Kurangnya kesadaran akan cyber security

Kesadaran akan pentingnya keamanan data di Indonesia masih tergolong rendah, baik di tingkat individu maupun organisasi. Banyak karyawan yang belum memahami praktik dasar keamanan, seperti pentingnya menggunakan autentikasi MFA atau membuat password yang kompleks.

Kebiasaan menggunakan password yang sederhana atau sama untuk berbagai akun menjadi salah satu celah yang mudah dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan siber. Kurangnya edukasi dan pelatihan mengenai keamanan data juga memperbesar risiko ini. Ketidaktahuan tentang ancaman seperti phishing atau malware membuat banyak orang menjadi target mudah bagi peretas.

5. Regulasi yang belum maksimal

Mengingat diberlakukannya UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) di Indonesia, perusahaan yang gagal memenuhi standar perlindungan data akan menghadapi risiko sanksi berat, mulai dari denda yang signifikan hingga tindakan hukum lainnya. Konsekuensi ini tidak hanya merugikan secara finansial, tetapi juga dapat merusak kredibilitas perusahaan di mata pelanggan dan mitra bisnis.

UU PDP bertujuan untuk memastikan bahwa data pribadi dikelola dengan aman dan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Sanksi yang diatur dalam regulasi ini mengingatkan pentingnya bagi organisasi untuk menerapkan langkah-langkah keamanan data yang efektif. Namun sayangnya penerapan ini belum diberlakukan secara maksimal.

 

Apa saja dampak data leakage untuk perusahaan?

Kebocoran data tidak hanya memberikan kerugian finansial, tetapi juga memengaruhi reputasi, keamanan, dan operasional perusahaan. Berikut adalah dampak utama yang sering kali terjadi ketika kebocoran data terjadi.

1. Kerugian finansial

Kebocoran data dapat menyebabkan kerugian finansial yang signifikan bagi perusahaan. Biaya ini mencakup denda akibat pelanggaran regulasi, kompensasi untuk pelanggan yang terdampak, hingga pengeluaran untuk memperbaiki sistem keamanan. Lebih parahnya, jika data sensitif digunakan oleh pelaku kejahatan untuk penipuan atau pencurian, perusahaan juga dapat kehilangan pendapatan atau menghadapi tuntutan hukum.

2. Kerusakan reputasi perusahaan

Ketika data pelanggan atau informasi strategis bocor, reputasi perusahaan dapat mengalami kerusakan besar. Pelanggan mungkin kehilangan kepercayaan, yang berdampak pada penurunan loyalitas dan potensi kehilangan pelanggan.

Dalam beberapa kasus, mitra bisnis juga dapat menarik kerja sama karena kekhawatiran terhadap keamanan data. Reputasi yang rusak ini dapat memengaruhi citra brand dalam jangka panjang, sehingga perusahaan perlu mengeluarkan biaya besar untuk memulihkannya.

3. Risiko privasi dan keamanan individu

Data pribadi yang bocor, seperti nomor kartu kredit atau informasi identitas, dapat digunakan untuk tindakan kriminal seperti pencurian identitas dan penipuan. Hal ini tidak hanya merugikan individu secara finansial tetapi juga menyebabkan ketidaknyamanan dan pelanggaran privasi.

Lebih parah lagi, data ini sering kali dijual di dark web, memperpanjang risiko yang dihadapi oleh korban. Dalam beberapa kasus, penyalahgunaan data ini bahkan dapat berdampak pada reputasi individu dan profesional.

 

Bagaimana cara mengatasi kebocoran data perusahaan?

Kebocoran data dapat memberikan dampak yang besar bagi kelangsungan perusahaan, baik secara finansial, reputasi, maupun operasional. Karenanya, diperlukan langkah-langkah strategis untuk mencegah dan mengatasi kebocoran data. Berikut beberapa langkah utama untuk mencegah data leakage.

1. Perkuat sistem keamanan dan lakukan audit secara berkala

Gunakan teknologi keamanan terkini untuk melindungi data sensitif, seperti firewall, enkripsi, dan monitoring  jaringan. Kemudian lakukan audit keamanan secara rutin untuk mengidentifikasi potensi celah sebelum dieksploitasi oleh pihak tidak bertanggung jawab.

Mengkombinasikan perlindungan sistem yang kuat dan pengawasan berkala, perusahaan dapat memastikan bahwa langkah-langkah keamanannya selalu relevan dan efektif.

Apa saja yang bisa Anda lakukan?

  • Melakukan security audit secara rutin untuk mengidentifikasi kelemahan dalam sistem keamanan.

  • Melakukan log audit secara berkala untuk pencatatan aktivitas pengguna atau perubahan sistem.

2. Terapkan kontrol akses dan teknologi verifikasi

Batasi akses ke data sensitif hanya kepada individu yang benar-benar memerlukannya dengan menggunakan kontrol berbasis peran (Role-Based Access Control). Setelah itu, aktifkan multi-factor authentication (MFA) atau biometrik, untuk memastikan hanya pengguna yang sah yang dapat mengakses data sensitif. Langkah ini dapat secara signifikan mengurangi risiko akses tidak sah, baik oleh pihak internal maupun eksternal.

Apa saja yang bisa Anda lakukan?

  • Menerapkan least privilege untuk memberikan akses minimum yang diperlukan kepada karyawan sesuai tugasnya.

  • Implementasikan multi-factor authentication (MFA) untuk melindungi sistem dari login tidak sah dan menerapkan biometrik.

  • Tambahkan langkah verifikasi seperti OTP (one-time password) untuk akses dari perangkat atau lokasi yang tidak dikenal.

3. Edukasi dan latih karyawan

Kesadaran karyawan adalah pertahanan pertama terhadap ancaman siber. Berikan pelatihan rutin untuk meningkatkan pemahaman tentang risiko kebocoran data dan cara mencegahnya. Pelatihan ini dapat mengurangi kelalaian yang sering menjadi penyebab kebocoran data.

  • Sosialisasikan pentingnya tidak menggunakan perangkat publik saat mengakses data penting perusahaan.

4. Gunakan pelindungan endpoint

Endpoint, seperti laptop, smartphone, atau perangkat IoT, sering menjadi pintu masuk utama bagi ancaman siber. Menggunakan solusi pelindungan endpoint dapat membantu mendeteksi dan mencegah aktivitas mencurigakan pada perangkat yang terhubung ke jaringan perusahaan.

Pelindungan ini penting untuk memastikan bahwa perangkat pengguna tidak menjadi titik lemah dalam sistem keamanan perusahaan.

  • Pantau aktivitas endpoint secara real-time untuk mendeteksi perilaku yang mencurigakan atau tidak biasa.

  • Terapkan kebijakan Bring Your Own Device (BYOD) yang mengharuskan perangkat pribadi memenuhi standar keamanan perusahaan.

Beberapa langkah dasar di atas perlu segera Anda terapkan untuk mengamankan keseluruhan sistem Anda dari data leakage.

Sebelum artikel ini berakhir, mari kita menilik tiga kasus kebocoran data terbesar di Indonesia. Kasus-kasus ini menyoroti pentingnya peningkatan keamanan siber dan penerapan strategi yang lebih tangguh untuk melindungi data sensitif.

Contoh kasus data leakage di Indonesia

Berikut ini adalah beberapa contoh kasus kebocoran data yang terjadi di Indonesia.

1. Kebocoran data BPJS Ketenagakerjaan (Maret 2023)

Pada Maret 2023, data pribadi sekitar 19,56 juta peserta BPJS Ketenagakerjaan diduga bocor dan diperjualbelikan di dark web. Informasi yang bocor mencakup Nomor Induk Kependudukan (NIK), nama lengkap, dan alamat. Kasus ini pertama kali terungkap setelah seorang peretas bernama Bjorka mengunggah data tersebut di forum Breach Forums, menawarkan 100.000 sampel data secara gratis dan menjual keseluruhan data seharga USD 10.000.

2. Kebocoran data Direktorat Jenderal Pajak (September 2024)

Pada September 2024, Direktorat Jenderal Pajak Indonesia menyelidiki dugaan kebocoran data yang mengungkap Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) jutaan individu, termasuk pejabat tinggi negara seperti Presiden Joko Widodo dan para menterinya. Insiden ini diungkap oleh pakar keamanan siber Teguh Aprianto, yang membagikan sampel data identitas nasional dan NPWP di media sosial. Kebocoran ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi penipuan yang ditargetkan dan penyalahgunaan data pribadi.

3. Serangan ransomware pada Pusat Data Nasional Sementara (Juni 2024)

Pada Juni 2024, Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) Indonesia menjadi korban serangan ransomware oleh grup bernama Brain Chiper. Serangan ini mengunci data di sejumlah kementerian dan lembaga, dengan pelaku meminta tebusan sebesar USD 8 juta atau sekitar Rp131 miliar untuk membuka akses data tersebut. Insiden ini mengganggu layanan pemerintah dan menyoroti kerentanan infrastruktur digital nasional terhadap serangan siber.